Tuesday, November 22, 2011

KERJASAMA DAN PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Pengantar
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bukan hanya berdasarkan pada kelainan khusus mereka, tetapi juga karena adanya kebutuhan terhadap layanan pendidikan khusus. Orang tua mempunyai hak dan kewajiban untuk turut serta atau melibatkan diri dalam proses layanan pendidikan bagi anaknya. Orang tua memegang peranan yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak-anaknya yang mengalami hambatan. Kekhususan yang dimiliklnya tentunya memerlukan perhatian yang khusus bagi orang tua sehingga ada kesatuan cara pandang antara orang tua di rumah maupun dengan guru di sekolah, karena keberhasilan sebuah proses pendidikan bagi ABK sangat bergantung dari kerjasama yang sinergis antara pola pendidikan di sekolah dan pola asuh orang tua di rumah.
Adapun kerjasama dan peran yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bagi dengan Hambatan Penglihatan
Anak dengan hambatan penglihatan atau tunanetra perlu memahami lingkungannya secara realistik. Untuk itu orang tua mempunyai peranan yang sangat strategis untuk meningkatkan kemampuan anak dalam menginterpretasikan apa yang dilakukanya dan menyesuaikan perilakunya dengan tepat. Orang tua sebaiknya sedini mungkin memindahkan perhatian anak tuna netra pada tangan dan kakinya, misalnya meletakkan bel kecil pada pergelangan kaki dan tanganya, atau dengan memotivasi anak untuk menggunakan kedua tanganya memegang sebuah botol atau cangkir. Selain itu menggunakan media mainan yang dapat berbunyi ketika disentuh juga dapat dimanfaatkan.
Untuk peningkatan perkembangan bahasa anak tuna netra dapat dilakukan dengan cara mengenalkan nama-nama benda yang di dengar, dicium, dan diraba. Bahasa itu dapat digunakan anak tuna netra untuk dapat meningkatkan penjelajahan terhadap lingkunganya.
Dalam bekerjasama dengan guru, orang tua merupakan salah satu sumber informasi dalam identifikasi dan assesmen kemampuan anak. Selain itu dalam proses pembelajaran, orang tua diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan ketrampilan belajar yang diperoleh anak di sekolah dengan mengulanginya kembali di rumah. Seluruh kegiatan ini membutuhkan pola komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua sehingga dapat dicapai hasil pembelajaran yang maksimal.

2. Bagi anak dengan Hambatan Pendengaran
Pada umumnya anak dengan hambatan pendengaran atau tunarungu mengalami masalah dengan kemampuan menyampaikan bahasa lisan sehingga anak tuna rungu perlu didorong untuk mengembangkan bahasa isyarat. Walaupun pemberian penekanan pada penguasaan bahasa isyarat ini menimbulkan pro konta di kalangan para pakar. Disatu sisi anak memerlukan suatu sistem yang mendorong mereka mampu berkomunikasi secara efektif dan dapat menangkap informasi dari orang lain selain menggunakan bahasa lisan (dalam hal ini menggunakan bahasa isyarat). Sedangkan disisi lain berpandangan bahwa pemberian penekanan pada penguasaan bahasa isyarat akan mengganggu penguasaan bahasa lisan yang sedang dipelajari (Hidayat, 1998:5). Penekanan pada bahasa isyarat juga akan membatasi lingkungan pergaulan anak tuna rungu. Hal ini karena komunikasi hanya dapat berlangsung dengan orang-orang yang tahu dan paham bahasa isyarat yang digunakan.
Bahasa lisan anak tuna rungu dapat dikembangkan sesuai dengan kondisinya apabila mereka diberi kesempatan yang maksimal untuk mengembangkan ketrampilan yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi sebanyak-banyaknya.
Untuk mengembangkan kemampuan anak tuna rungu sesuai dengan potensinya, orang tua dan guru harus memberikan kesempatan sejak usia dini pada anak untuk mendapatkan latihan pendengaran bagi mereka yang masih mempunyai sisa pendengaran dan belajar bahasa isyarat. Proses tersebut harus difokuskan pada pemahaman anak tuna rungu secara individual sehingga orang tua dan guru perlu menyadari perbedaan perjalanan perkembangan anak tuna rungu.

3. Bagi anak dengan hambatan fisik
Pada umumnya anak dengan hambatan fisik atau tunadaksa tidak hanya mengalami kelainan fisik namun juga mengalami ketidakmampuan lainnya yang sifatnya lebih individual. Permasalahan yang banyak dialami selama ini adalah adanya ketidaksadaran orang tua bahwa anaknya dapat berkembang. Selama ini yang menjadi kendala berkembangnya anak tuna daksa adalah keengganan orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Kebanyakan orang tua sangat khawatir kalau anaknya berinteraksi dengan orang lain, disamping perasaan malu juga ketakutan bahwa anaknya nanti malah semakin parah.
Untuk itu maka orang tua harus disadarkan bahwa dengan semakin mengekang anaknya maka perkembangan anaknya akan semakin menurun. Disamping itu harus disadari oleh orang tua bahwa interaksi dengan manusia lain dan lingkungan sekitar itu adalah obat yang paling mujarab bagi anaknya.

4. Bagi anak dengan hambatan kecerdasan
Layanan pendidikan yang dapat dilakukan bagi anak dengan hambatan kecerdasan atau tunagrahita oleh orang tua, guru dan ahli psikoplogi lain adalah memberikan terapi yang integral baik dalam kemampuan bicara, motorik, dan sebagainya.
Orang tua berperan sangat besar dalam hal ini. Orang tua harus memberikan beragam latihan yang diulang-ulang. Hal ini karena anak Tunagrahita tidak mendasarkan diri pada pengtahuan yang diketahui sebelumnya. Dalam mengajarkan ketrampilan-ketrampilan orang tua atau guru perlu sekali mengaitkan dengan tingkat usia perkembangan kemampuan yang dimilikinya. Disamping itu anak Tunagrahita harus dibiasakan dalam kehidupan anak-anak normal. Sehingga proses interaksi akan menggugah alam sadar anak sehingga akan mampu lebih berkembang.
Sikap positif orang tua dipandang menjadi faktor penentu keberhasilan pemberdayaan anak berkebutuhan khusus ini. Untuk itu orang tua harus dibekali informasi yang lengkap tentang bagaimana mereka dapat membaca tanda-tanda aktivitas motorik anak sejak usia dini, menghilangkan pendangan yang tidak realistik, dan menghambat perkembangan anak. Dan disisi lain orang tua harus mampu menciptakan lingkungan yang dapat mengakomodasi kebutuhan anak sesuai dengan potensinya. Untuk membina dan melakukan konseling bagi orang tua maka perlu dilakukan kerja sama lintas sektoral antara orang tua, guru,dalam an ahli yang kompeten.
Sedang bagi guru agar lebih responsif dan lebih sensitif dalam menghadapi anak berkelainan. Guru harus tahu bagaimana perkembangan tiap anak, terutama bagi anak yang mengalami kelainan. Posisi guru akan sangat menentukan berhasil tidaknya proses pemberdayaan anak ini.

PENUTUP
Dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus, peran orang tua dan guru sangatlah vital. Peranan orang tua dan guru sangatlah strategis dalam pencapaian tujuan pemberdayaan anak luar biasa. Agar anak yang mengalami kelainan tersebut mampu mencapai kemandirian dan melakukan penyesuaian sosial sehingga dapat berperan normal selayaknya anak-anak pada umumnya.
Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus akan dapat mencapai hasil yang optimal apabila orang tua dan guru mempunyai sikap positif terhadap kehadiran anak dengan kelaianan tersebut. Selama ini sikap negatif seringkali ada pada orang tua itu sendiri. Untuk itu maka sikap positif harus diwujudkan dan dimiliki oleh orang tua agar anaknya dapat berkembang dan mencapai potensi yang dimilikinya.

Sumber :
Hidayat, 1998. Kontribusi Orang Tua dalam Memberdayakan Anak Luar Biasa. Makalah dalam Seminar nasional Pemberdayaan Kemandirian anak luar Biasa menyongsong Abad XXI. 8 mei 1998. Jurusan KTP FIP IKIP MALANG
Kasim Eva Rahmi. 2001. Mengharapkan Sistem Pendidikan Terpadu. Dalam www. Tempo Interactive.com. diakses 2 oktober 2001
Mulyadi, Kresno. Pendidikan Seutuhnya Demi Hari Esok. Dalam www.Kompas Online.com. Diakses 2 Oktober 2001.

Thursday, February 3, 2011

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


TUGAS MATA DIKLAT PENGANTAR PENDIDIKAN
DIKLAT CALON WIDYAISWARA ANGKATAN IX
LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA


Pendahuluan
Landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (KBBI, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fondasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya, landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa landaan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
Landasan Pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Untuk di Indonesia diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial, landasan budaya, landasan psikologi,dan landasan ekonomi. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari landasan-landasan tersebut karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Dalam kesempatan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai landasan sosiologis pendidikan.

Landasan sosiologis pendidikan
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara pendidik dengan anak didik. Dapatnya anak didik bergaul karena baik pendidik maupun anak didik adalah merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu saling berintegrasi, saling tolong menolong, saling ingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersamaan dan lain sebagainya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa faktor berikut:
a. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya
b. Sifat adaptability dan intelegensi
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan. Landasan sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa landasan sosiologis pendidikan adalah acuan atau asumsi dalam penerapan pendidikan yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu (pendidik dan peserta didik) bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi muda mengembangkan diri. Pengembangan diri tersebut dilakukan dalam kegiatan pendidikan. Oleh karena itu kegiatan pendidikan dapat berlangsung baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu kajian sosiologis tentang pendidikan mencakup semua jalur pendidikan tersebut.
Pendidikan keluarga sangat penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial yang pertama bagi setiap manusia. Oleh karena itu proses sosialisasi dimulai dari keluarga dimana anak mulai mengembangkan diri. Dalam keluarga itulah mulai ditanamkan nilai-nilai dan sikap yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Nilai-nilai agama, nilai-nilai moral, budaya dan ketrampilan perlu dikembangkan dalam pendidikan keluarga.
Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat dengan perencanaan dan pelaksanaan yang mantap. Selanjutnya disamping sekolah, proses pendidikan juga dipengaruhi oleh berbagai kelompok kecil dalam masyarakat. Seperti kelompok keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dll. Yang menjadi penekanan dalam kegiatan ini adalah aspek sosiologis, dan pada aspek pembaharuan masyarakat. Dalam pelaksanaan di berbagai Negara diupayakan keseimbangan antara pelestarian dan pengembangan budaya dan masyarakat.


Masyarakat indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan KeBhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran)
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.








DAFTAR PUSTAKA


Hartoto (2008). Landasan dan Asas Pendidikan serta penerapannya. Tersedia di: http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta-penerapannya/

Shushilo (2010). Makalah Landasan Pendidikan. Tersedia di : http://shushilodjasela.blogspot.com/2010/12/makalah-landasan-pendidikan.html

Suryani, Yeyen (2010). Sosiologi Pendidikan (materi landasan pendidikan). Tersedia di http://yeyensuryani.blogspot.com/2010/04/sosiologi-pendidikan-materi-landasan.html

Tim LAN (2007). Pengantar Pendidikan. Modul Diklat calon Widyaiswara. Jakarta: LAN RI