Thursday, October 21, 2010

LESSON STUDY DALAM PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Peningkatan kemampuan dan profesionalisme guru harus selalu ditingkatkan. Hal ini menyangkut pada aspek mutu ataupun kualitas pendidikan. Kegiatan lesson study adalah upaya untuk membiasakan guru dalam melakukan proses pembelajaran secara terencana dan sistematis, untuk mendapatkan feed back dari teman. Dengan demikian para guru akan selalu termotivasi untuk berusaha meningkatkan serta memperbaiki kekurangan-kekurangan di dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan dari pelaksanaan lesson study adalah untuk mencari dan menemukan cara-cara mengajar dalam proses pembelajaran yang efektif bagi anak berkebutuhan khusus.

Menurut Slamet Mulayana (2007) Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2008).

Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Slamet Mulyana, 2007).
Pengembangan pendidikan khususnya pendidikan anak berkebutuhan khusus sesungguhnya telah menjadi pemikiran dan usaha bersama sesuai dengan kencenderungan global pada dekade terakhir ini. Kondisi yang demikian juga menjadi dasar pemikiran dan pengembangan bagi perguruan tinggi yang mengemban misi pendidikan. Di sisi lain, pendidikan merupakan instrumen utama pembangunan sumber daya manusia (SDM). Salah satu arah kebijakan bidang pendidikan memfokuskan pada peningkatan kemampuan akademik dan profesional tenaga kependidikan sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai implementasi dari kebijakan tersebut sudah selayaknya program dan kegiatan pembangunan bidang pendidikan diarahkan untuk mengembangkan profesionalisme guru. Guru sebagai ujung tombak pendidikan, mempunyai peran yang strategis dalam membimbing, mengarahkan dan mengembangkan potensi peserta didik sehingga guru dituntut memiliki kemampuan edukatif, kepribadian yang handal yang menjadi panutan siswa, keluarga, masyarakat. Secara lebih spesifik lagi guru Sekolah Luar Biasa/pendidikan khusus dituntut mempunyai kemampuan yang lebih karena kondisi dari peserta didik yang mempunyai keberagaman baik dari sisi hambatan maupun potensi yang dapat digali.

Pengembangan profesi guru SLB/Pendidikan khusus selama ini dilakukan melalui kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) maupun K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah). Dari kegiatan tersebut masih dirasakan peningkatan yang belum optimal dari segi ketrampilan mengajar. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu upaya untuk peningkatan ketrampilan mengajar guru, salah satunya melalui Lesson Study.

Secara keseluruhan pelaksanaan Lesson study sangat baik dan memberikan manfaat yang sangat besar terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan khusus (special education). Manfaat yang dapat dipetik dalam pelaksanaan Lesson Study menurut International Whorkshop On Joint Lesson Study 2008 di Yogyakarta, adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi dunia pendidikan, khususnya proses pembelajaran:
a. Lesson Study memberikan pencerahan dalam proses peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar
b. Dapat memberikan penularan/contoh cara belajar yang baik kepada para guru yang lain
c. Guru semakin kritis terhadap proses pembelajaran, karena setiap guru terlibat langsung dalam memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan lesson study
d. Guru akan terangsang untuk membuat perencanaan yang tersistem, terstuktur dan holistik terhadap seluruh program pembelajaran
e. Proses pembelajaran akan semakin menarik dan menyenangkan, sehingga peserta didik akan semakin banyak terlibat langsung dalam proses pembelajaran
f. Evaluasi pembelajaran menyeluruh dari aspek pendidikan, baik koqnitif, afektif maupun psikomotorik
g. Merangsang guru untuk membuat, menyediakan media belajar yang beragam, sehingga dapat membantu peserta didik dalam mengurangi verbalisme terhadap suatu konsep
2. Manfaat Lesson Study terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran
a. Peserta didik menjadi pusat pembelajaran
b. Peserta didik akan tertarik terhadap proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan
c. Merangsang peserta didik menjadi pembelajar yang baik dan mandiri dalam belajar
d. Peserta didik mampu mengembangkan seluruh aspek (kognitif, afektif maupun psikomotorik)
e. Merangsang peserta didik untuk meningkatkan rasa sosial terhadap sesama peserta didik sehingga akan terjalin kerjasama yang baik
f. Merangsang imajinasi peserta didik untuk mengembangkan daya kognitifnya
3. Bagi Guru Sekolah Luar Biasa dan Guru Reguler
a. Meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran yang inovatif untuk menangani anak yang berkebutuhan khusus.
b. Menambah wawasan guru untuk lebih kreatif menggunakan media pembelajaran bahan yang ada di sekitarnya.
c. Lesson study merupakan suatu kegiatan pembelajaran kolaboratif, sehingga menjadikan wadah untuk berdiskusi, bagaimana pembelajaran yang dilakukan guru untuk meningkatkan proses pembelajaran selanjutnya.
d. Lesson study memberikan kesempatan kepada para guru untuk melakukan ujicoba strategi pembelajaran sehingga menjadikan suatu karya penelitian ilmiah/action research.
e. Merupakan cermin bagi guru bagimana siswa belajar dan guru mengajar bagi siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda.
f. Setelah dilakukan lesson study guru memperoleh sesuatu untuk mengambil yang baik sehingga pembelajaran lebih bagus dan professional.
4. Bagi Sekolah
a. Adanya peningkatan pembelajaran dalam kesehariannya
b. Peningkatan perencanaan pembelajaran yang efisien
c. Adanya pendidikan dan pelatihan di sekolah akan menjadi suatu kebiasaan yang baik
5. Bagi Universitas/ Perguruan Tinggi, dan Pemerintah
Sebagai wadah profesionalisme guru untuk menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan antar universitas/ perguruan tinggi, sekolah luar biasa, sekolah reguler atau yang terkait untuk mengadakan kolaborasi membentuk lesson study, sehingga memajukan pendidikan yang akan datang

Berkenaan dengan tahapan dalam Lesson Study khususnya pada pendidikan anak berkebutuhan khusus, dijumpai beberapa langkah-langkah. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
a. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
b. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
c. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
d. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
e. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
f. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.

Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study yang dapat dilaksanakan pada pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut;
1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.
2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
a. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
b. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.
c. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
d. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
e. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
f. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
g. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3. Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.

Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.
4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial.
Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm
Lesson Study Research Group online: http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html
Slamet Mulyana. (2007). Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat
Sudrajat, Akhmad (2008). Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. Tersedia di : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-proses-dan-hasil-pembelajaran/
Tim International Whorkshop On Joint Lesson Study (2008). Whorkshop On Joint Lesson Study Mathematics And Adapted Physical Education For Special Education Teachers. Yogyakarta
Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study

HUBUNGAN PARENTING (KEPENGASUHAN ORANG TUA) DENGAN PENDIDIKAN LUAR BIASA


PARENTING DALAM RANGKA PENCEGAHAN
Orangtua (ayah dan ibu) merupakan figur yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Menurut Denny Setiawan (2009) “Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.”.

Ayah dan Ibu (orang tua) memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam pembentukan kepribadian seoran anak. Pola kepemimpinan dalam rumah tangga oleh ayah, dan pola pengasuhan oleh ibu sangat menentukan kebahagiaan anak-anak mereka. Marjohan (2009) mengemukakan ada tiga tipe kepemimpinan dan pengasuhan yang secara tak sengaja diterapkan oleh ayah dan ibu, yaitu tipe otoriter, laissez faire dan demokrasi. Orang tua yang otoriter cenderung berwatak keras, suka memaksakan pendapat. Tipe laissez faire adalah orang tua yang suka masa bodoh, serba tidak peduli atas apa yang terjadi, dan tipe demokrasi adalah pola kepemimpinan ayah dan pengasuhan kaum ibu yang menghargai hak hak dan pendapat anak dan anggota keluarga yang lain.

Keluarga yang ideal adalah keluarga yang hangat dan yang demokrasi. Orang tua atau ayah-ibu yang penuh penghargaan dimana kegiatan dalam keluarga dilaksanakan secara kebersamaan menurut peran yang telah disepakati akan sangat menentukan pembentukan kualitas perkembangan anak. Lebih lanjut Denny Setiawan (2009) menjelaskan bahwa perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara baik maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama sekali. Dari segi kesehatan Titi Somahita (2009) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku orangtua disamping berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap anak-anaknya yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sendiri terhadap kesehatannya. Hal ini didukung dengan data Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 terdapat sekitar 27, 5% (5 juta balita kurang gizi), 3, 5 juta anak (19, 2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1, 5 juta anak gizi buruk (8, 3%). Sedangkan jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember 2005 adalah 75.671 balita. (Midwifery, 2008, dalam Lia Pribawaningsih, 2009)

Adapun faktor-faktor penyebab gizi buruk dan gizi kurang bermacam-macam, diantaranya : 1) Kurang mendapat asupan gizi yang seimbang dalam waktu yang cukup lama, 2) Menderita penyakit infeksi sehingga asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan, 3) Tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, 4) Pola asuh yang kurang memadai, 5) Akses pelayanan kesehatan terbatas, 6) Minimnya pengetahuan ibu tentang gizi keluarga, 7) Sanitasi/kesehatan lingkungan yang kurang baik. (Billy, 2008, dalam Lia Pribawaningsih, 2009).

Dari beberapa faktor penyebab di atas pola pengasuhan mempunyai kontribusi sebesar 30% terhadap penentuan status gizi balita (Kitaunair, 2008, dalam Lia Pribawaningsih, 2009). Sedangkan diketahui bahwa kekurangan gizi pada anak akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik, menurunkan perkembangan kecerdasan, kekurangan gairah belajar, menurunnya produktivitas dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Salah satu penyebab ketunagrahitaan pasca anak lahir adalah adalah gizi buruk dimana Kecerdasan anak sangat ditentukan bagaimana perkembangan dan pertumbuhan otak saat dalam kandungan dan setelah kelahiran. Gizi yang cukup dan memenuhi kebutuhan merupakan determinan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan otak dari sejak dalam kandungan sampai fase tersebut selesai (www.ikmi.or.id/berita.htm,2003).
Dari sudut pandang perkembangan psikologis, orang dewasa terdekat anak dalam hal ini orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak dan mempunyai pengaruh sangat besar karena pada dasarnya anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Pembelajaran tentang sikap, perilaku dan bahasa yang baik sehingga akan terbentuknya kepribadian anak yang baik pula, perlu diterapkan sejak dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1978) yang mengungkapkan bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik. Pendidikan dalam keluarga yang baik dan benar, akan sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997 dalam Tarmidzi Ramadhan, 2009). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak menjadi dewasa.

Menurut Clemes (2001) bahwa terjadinya penyimpangan perilaku anak disebabkan kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal ini terjadi karena antara anak dan orang tua tidak pernah sama dalam segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan asuhan dari orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang menjadi “masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak merupakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya.

Penanganan terhadap perilaku anak yang menyimpang merupakan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan khusus tentang ilmu jiwa dan pendidikan. Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga. Apabila pola-pola yang diterapkan orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak. Dalam ilmu pendidikan luar biasa, anak-anak yang mengalami penyimpangan dalam perilaku biasa di sebut dengan tuna laras yang menunjukkan ciri-ciri Perilakunya tidak dapat diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, aturan keluarga dan sekolah, serta Sering mengganggu, bersikap membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerjasama.

Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa pola asuh orang tua terhadap anak sangat berperan penting dan berkorelasi dalam perkembangan fisik maupun psikologis anak. Pola asuh yang tepat dapat menghindarkan resiko hambatan kecerdasan dan perilaku yang menyimpang yang akan berdampak pada kemampuan anak belajar dan kebutuhan layanan pendidikan ketika menginjak usia sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
Clemes, Harris. 2001. Mengajarkan Disiplin Kepada Anak. Jakarta. Mitra Utama.

Hurlock, Elizabeth. B. 1999. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Marjohan (2009). Pendidikan Dan Parenting Dalam Keluarga. Http://Www.Wikimu.Com/News/Displaynews.Aspx?Id=16485

Pribawaningsih , Lia, 2009). Gambaran Penerapan Pola Asuh Orang Tua Pada Balita Dengan Kekurangan Energi Protein (Kep). Http://Dahsyaat.Com/Gambaran-Penerapan-Pola-Asuh-Orang-Tua-Pada-Balita-Dengan-Kekurangan-Energi-Protein-Kep/

Ramadhan, Tarmidzi 2009). Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengarahkan Perilaku Anak. Http://Tarmizi.Wordpress.Com/2009/01/26/Pola-Asuh-Orang-Tua-Dalam-Mengarahkan-Perilaku-Anak/

Setiawan, Denny (2009). Peran Orang Tua Dan Sekolah Dalam Mendidik Anak. Http://Www.Sd-Binatalenta.Com/Arsipartikel/Pendidikan_Keluarga_Anak.Pdf

Somahita, Titi (2009). Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Orangtua Terhadap Kelainan Refraksi Pada Anak. Http://Eprints.Undip.Ac.Id/8082/1/Titi_Somahita.Pdf

I'm back

wahh... lama juga saya ga ngapa2in ini blog.
berawal dari adaptasi dengan tempat kerja baru, sampai kecanduan frontierville yang bikin lupa waktu..

mulai lagi ahh...